
Jakarta, Majalah digital “InnerVoice” edisi perdana tahun 2025 ini diterbitkan oleh “Suara Nurani FH UKSW” dengan tujuan utama untuk menyajikan informasi yang lebih lengkap dan berimbang mengenai berbagai permasalahan yang terjadi di Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (FH UKSW). Majalah ini ditujukan kepada para pimpinan dan anggota Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana (YPTKSW) serta pimpinan dan senator UKSW.
Suara Dari Redaksi:
Redaksi menekankan bahwa suara yang diangkat bukanlah sekadar gaung, melainkan pantulan nurani yang lahir dari kegelisahan, keyakinan, dan keberanian untuk mempertanyakan. Edisi ini berfokus pada narasi kritis mengenai kewenangan, etika, suara mahasiswa, dan integritas jabatan dalam dinamika kampus. Tujuannya bukan menggugat, melainkan merawat akal sehat organisasi dan mengingatkan bahwa kebebasan berpikir adalah napas dalam ruang akademik.
Isi Utama Majalah:
- “Dari Statuta ke Nurani: Menakar Tugas Rektor” (Hal. 1-3) Artikel ini membahas peran dan tanggung jawab Rektor UKSW. Ditekankan bahwa jabatan Rektor tidak hanya terikat pada tugas dan kewenangan formal yang diatur dalam Statuta UKSW 2016, tetapi juga pada janji moral dan etis yang diikrarkan saat pelantikan. Sumpah jabatan disorot sebagai fondasi kontrak etik yang mengikat Rektor pada panggilan Tuhan, kesetiaan dalam tugas, pelayanan dengan suka hati, dan keterbukaan terhadap koreksi. Artikel ini mempertanyakan apakah keputusan Rektor telah selaras dengan nurani dan sumpah jabatan, atau hanya tunduk pada peraturan formal, yang berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan jika sumpah dan janji diabaikan.
- “Menata Kewenangan, Menjaga Akal Sehat Institusi” (Hal. 4-8) Bagian ini mengkritisi Keputusan Rektor UKSW terkait pemberhentian dan pengangkatan pejabat struktural di FH UKSW. Keputusan tersebut dinilai tidak selaras dengan prinsip good governance (profesionalisme, transparansi, akuntabilitas, keadilan, tanggung jawab) dan keadilan prosedural (pemberitahuan memadai, kesempatan menyampaikan pendapat, penilaian berbasis bukti). Lebih lanjut, artikel ini mengkritik ketiadaan perencanaan suksesi berbasis kompetensi dan pengalaman (merujuk teori Rothwell, McClelland, McCall) serta pengabaian model perubahan organisasi yang ilmiah (merujuk Lewin, Kotter, Beer). Disimpulkan bahwa langkah Rektor tidak didasarkan pada teori yang kuat, alasan masuk akal, atau landasan ilmiah, dan justru bertentangan dengan gagasan Rektor sendiri sebagai akademisi tentang pentingnya keadilan prosedural.
- “Pemberhentian Dekan FH UKSW Hanya Masalah yang Terlihat” (Hal. 9-14) Ini adalah isu khusus yang menjadi sorotan utama. Artikel ini menggambarkan pemberhentian Dekan FH UKSW sebagai puncak dari dugaan penyalahgunaan kekuasaan, kesewenang-wenangan, dan ketidakadilan yang sudah berlangsung lama, yang memicu reaksi mahasiswa dalam aksi “May Iustitia Day.” Ditegaskan bahwa Rektor, meskipun di perguruan tinggi swasta, adalah “kepanjangan tangan Pemerintah” dan terikat pada hukum administrasi negara serta asas-asas umum pemerintahan yang baik. Dipaparkan kronologi masalah, dimulai dari penggantian Satuan Tugas (Satgas) Pendirian Prodi S3 Ilmu Hukum yang dinilai problematik (berlaku surut dan tanpa penghargaan pada tim lama), pemberian teguran keras pertama dan terakhir kepada Dekan FH terkait penanganan dosen berinisial RF, hingga berbagai upaya dialog dari FH UKSW yang tidak direspons oleh Rektor. Artikel ini menyimpulkan bahwa masalah yang terlihat hanyalah fragmen dari persoalan tata kelola dan gaya kepemimpinan Rektor yang lebih mendasar.
- “Teguran ke Salah Satu Dosen FH” (Hal. 15-19) Artikel ini berfokus pada kasus dosen FH berinisial RF yang meminta pengalihan tugas mengajar. Dekan FH UKSW dinilai telah menangani kasus ini dengan mengedepankan “Hukum Kasih” dan asas kekeluargaan sesuai nilai-nilai Satya Wacana, dengan memberikan teguran lisan terlebih dahulu. Sebaliknya, Pimpinan UKSW dianggap menggunakan frasa “mangkir” tanpa mengacu pada Peraturan Kepegawaian dan bahkan melakukan penangguhan gaji RF secara sepihak tanpa prosedur. Tindakan Dekan FH dalam memberikan sanksi bertahap kepada RF (peringatan pertama hingga ketiga) setelah pertemuan dengan WR KIP dianggap sudah sesuai kewenangan dan nilai UKSW. Polemik mengenai tidak adanya pemberitahuan tertulis dari Dekan kepada Rektor (namun ada tembusan ke WR KIP) dinilai justru menggambarkan kurangnya koordinasi di tingkat Pimpinan UKSW.
- “Mengambil Sikap, Menjaga Laju” (Hal. 20-21) Bagian ini menjelaskan keputusan Rapat Dinas FH UKSW untuk “mengembalikan” dosen berinisial YR kepada Pengurus YPTKSW melalui Rektor UKSW. Langkah ini didasarkan pada kinerja YR yang dinilai tidak baik dan menghambat program FH. Ditekankan bahwa Dekan FH hanya meneruskan keputusan rapat fakultas, dan kewenangan penetapan pengembalian ada pada Rektor. Disertakan pula kronologi pembentukan Satgas S3 Ilmu Hukum baru yang kontroversial, di mana YR (yang sebelumnya dilaporkan Dekan karena menolak menandatangani kesediaan mengajar di PDIH) justru diangkat menjadi panitia pengarah dalam Satgas baru yang SK-nya berlaku mundur.
- “Kalau Kritik Dibungkam, Apa Lagi yang Tersisa?” (Hal. 22-27) Artikel ini merespons kekhawatiran Rektor UKSW terkait potensi rusaknya citra UKSW akibat kritik yang muncul. Ditegaskan bahwa kritik terhadap jabatan Rektor bukanlah perundungan terhadap individu dan merupakan mekanisme kontrol yang sehat dalam dinamika akademik dan demokrasi. Mengutip O. Notohamidjojo, UKSW adalah “Lembaga untuk Berlatih Hidup yang Berpikir,” sehingga pembatasan kritik bertentangan dengan roh UKSW dan hak konstitusional untuk berpendapat. Pembungkaman kritik dinilai akan mematikan intelektualitas dan menghambat lahirnya lulusan “Creative Minority.”
- “Tidak Dapat Bekerja Sama, Benarkah?” (Hal. 28-45) Bagian ini secara ekstensif memaparkan berbagai program dan kegiatan yang telah dijalankan oleh para pejabat struktural FH UKSW (Kaprodi S1 Ilmu Hukum, Korbid Riset, Inovasi dan Kewirausahaan, serta Korbid Kemahasiswaan, Kealumnian, dan Kerjasama) sebagai bantahan terhadap tuduhan “tidak dapat bekerja sama.” Dipaparkan secara rinci penyelarasan program studi dengan arahan universitas, seperti penyusunan kurikulum OBE, integrasi penelitian dan PkM dalam pembelajaran, program internasionalisasi, pelaksanaan MBKM, penanganan masa studi mahasiswa, hingga berbagai kegiatan kemahasiswaan, riset, inovasi, dan kerjasama alumni. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bahwa para pejabat tersebut telah bekerja sesuai arahan dan mencapai berbagai prestasi.
Penutup (Suara di Tengah Sunyi – Hal. 52): Majalah ditutup dengan sebuah refleksi puitis yang menegaskan bahwa mahasiswa dan civitas akademika UKSW tidak diwarisi untuk diam atau tunduk, melainkan untuk berani menyuarakan kebenaran. Suara yang muncul adalah panggilan nurani, bukan sekadar keberanian, dan merupakan ciri dari “creative minority” yang berpikir dan tidak takut berseru meski berbeda dengan arus utama.
Selengkapnya untuk Majalah ini dapat di download disini : https://bit.ly/InnerVoice_MajalahSuaraNuraniFH
Ulasan Majalah “InnerVoice”
Majalah “InnerVoice” edisi ini menyajikan sebuah dokumentasi yang komprehensif dan mendalam dari perspektif para dosen dan mahasiswa FH UKSW mengenai krisis kepemimpinan dan tata kelola yang mereka rasakan di universitas.
Kekuatan:
- Argumentasi Berbasis Data dan Teori: Majalah ini tidak hanya menyuarakan keluhan, tetapi berupaya membangun argumennya dengan merujuk pada Statuta UKSW, Peraturan Kepegawaian, teori-teori organisasi dan kepemimpinan, prinsip-prinsip hukum administrasi negara, serta nilai-nilai luhur Satya Wacana yang digagas oleh O. Notohamidjojo. Ini memberikan bobot akademis pada kritik yang disampaikan.
- Keterbukaan Informasi: Dengan memaparkan kronologi peristiwa, surat-menyurat (meski tidak dilampirkan utuh), dan berbagai kegiatan yang telah dilakukan, majalah ini berupaya memberikan versi cerita yang menurut mereka belum terungkap secara utuh kepada publik internal UKSW.
- Pembelaan Terstruktur: Khususnya pada bagian “Tidak Dapat Bekerja Sama, Benarkah?”, majalah ini menyajikan pembelaan yang sangat rinci dan terstruktur mengenai kinerja para pejabat FH UKSW yang diberhentikan atau terdampak, lengkap dengan contoh-contoh konkret.
- Menyoroti Isu Krusial: Majalah ini mengangkat isu-isu fundamental dalam pengelolaan perguruan tinggi, seperti pentingnya good governance, keadilan prosedural, akuntabilitas pemimpin, kebebasan akademik, dan peran nurani dalam pengambilan keputusan.
- Keberanian Bersuara: Penerbitan majalah ini sendiri merupakan sebuah tindakan berani untuk menyuarakan perbedaan pendapat dan kritik terhadap pimpinan di lingkungan akademik yang terkadang cenderung hierarkis.
Poin untuk Dipertimbangkan/Potensi Kelemahan:
- Perspektif Sepihak: Sebagaimana diakui oleh redaksi bahwa tujuannya adalah memberikan “informasi lebih lengkap dan berimbang” (mengimplikasikan informasi sebelumnya tidak seimbang), majalah ini secara inheren menyajikan perspektif dari pihak yang merasa dirugikan atau tidak sependapat dengan kebijakan Rektor. Perspektif atau penjelasan dari pihak Rektorat atau Pimpinan UKSW lainnya tidak dihadirkan secara langsung dalam majalah ini, sehingga pembaca hanya mendapatkan satu sisi cerita yang sangat detail.
- Subjektivitas dan Emosi: Meskipun berupaya menggunakan bahasa formal dan akademis, nada kekecewaan, frustrasi, dan rasa ketidakadilan cukup kental terasa. Istilah seperti “ugal-ugalan,” “kotak egoisme Rektor,” atau “letusan diam-diam” menunjukkan adanya muatan emosional yang, meskipun dapat dipahami, dapat memengaruhi persepsi objektivitas.
- Konteks Internal yang Sangat Spesifik: Pembahasan sangat terfokus pada dinamika internal UKSW, khususnya FH. Bagi pembaca di luar konteks UKSW, mungkin memerlukan pemahaman lebih lanjut mengenai struktur dan regulasi internal yang dirujuk.
- Tanggal Penerbitan “Masa Depan”: Majalah ini mencantumkan tanggal “19 Mei 2025”. Ini bisa jadi merupakan elemen kreatif untuk menekankan urgensi atau sebuah proyeksi, namun bisa juga menimbulkan pertanyaan mengenai status aktual dokumen tersebut jika dimaksudkan sebagai laporan kejadian nyata pada tahun 2025. Untuk ulasan ini, tanggal tersebut dianggap sebagai bagian dari presentasi majalah.
Kesimpulan Ulasan:
“InnerVoice” edisi perdana ini adalah sebuah dokumen penting yang merefleksikan adanya gejolak dan perbedaan pandangan yang signifikan di lingkungan FH UKSW. Majalah ini berhasil menyajikan argumentasi yang kuat dari sudut pandang para dosen dan mahasiswa yang kritis terhadap kebijakan pimpinan universitas. Meskipun cenderung sepihak, informasi yang disajikan sangat detail dan didukung oleh berbagai rujukan, menjadikannya kontribusi penting dalam diskursus mengenai tata kelola perguruan tinggi, kepemimpinan yang beretika, dan pentingnya suara kritis dalam menjaga kesehatan sebuah institusi akademik. Majalah ini berfungsi sebagai “suara nurani” yang menuntut akuntabilitas dan konsistensi antara nilai-nilai yang dianut dengan praktik yang dijalankan.
(Oleh : Tim Publikasi DPP PWGI)