
Beritaoikoumene.com – SLAWI – Bakal Jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Tegal di Slawi merayakan Ibadah Jumat Agung pada Jumat (18/4/2025) sore dengan nuansa oikumenis yang kental. Momen refleksi mendalam atas peristiwa salib ini menjadi istimewa karena untuk pertama kalinya pasca pandemi Covid-19, GKI Tegal melalui bakal jemaatnya membuka ruang pelayanan bagi gereja di luar sinode GKI.
Pdt. Dr. K.R.T. Sugeng Prihadi, Pendeta Jemaat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Slawi, mendapat kehormatan untuk melayani dalam ibadah Jumat Agung yang dimulai pukul 17.00 WIB tersebut. Undangan pelayanan ini disampaikan secara resmi oleh Pdt. Iwan Kurniawan, S.Si, Pendeta Jemaat GKI Tegal, melalui surat bernomor 029/Bid I – GKI TGL/II/2025.
Langkah ini menandai terwujudnya semangat keterbukaan dan kebersamaan lintas gereja di Slawi, selaras dengan semangat Lima Dokumen Keesaan Gereja (LDKG) yang menjadi landasan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI).
Pdt. Sugeng Prihadi menyambut baik undangan tersebut. “Saya merasa bersyukur dan merasa terhormat bisa melayani kembali jemaat di GKI Tegal, khususnya di Bakal Jemaat di Slawi,” ujar Pdt. Sugeng. Ia menambahkan bahwa sebelum pandemi, dirinya memang beberapa kali diundang melayani di Pos Kebaktian GKI Slawi, dan kini kesempatan itu kembali diberikan oleh Majelis Jemaat GKI Tegal setelah sempat terhenti cukup lama.
Ibadah yang mengangkat tema “Memandang Salib” ini berlangsung dengan lancar dan khidmat. Suasana reflektif semakin diperkaya dengan persembahan puji-pujian dari Paduan Suara Getzemane dari GKJ Slawi yang turut hadir.
Ibu Lulut Widyastutik, mewakili pengurus Bakal Jemaat GKI Tegal di Slawi, menjelaskan latar belakang mengundang pendeta dari luar sinode. Menurutnya, sejak perubahan status dari Pos Kebaktian menjadi Bakal Jemaat, semangat kemandirian dalam penyelenggaraan ibadah menjadi prioritas.
“Kami ingin mengadakan ibadah Jumat Agung sendiri agar semangat pelayanan lokal terus bertumbuh,” jelas Ibu Lulut kepada kru media di ruang Konsistori. Ia mengakui, padatnya jadwal ibadah Tri Hari Suci dan keterbatasan tenaga pendeta di GKI Tegal yang saat itu sibuk melayani di berbagai lokasi menjadi alasan praktis mengundang Pendeta GKJ Slawi untuk membantu pelayanan.
Dalam khotbahnya, Pdt. Sugeng mengajak jemaat untuk melihat salib bukan sekadar simbol penderitaan, tetapi sebagai titik sentral pengharapan dan kasih Allah. “Salib adalah titik balik hidup manusia. Di dalamnya, kita mengingat tebusan, menerima pengampunan dan keselamatan, serta dipanggil bersaksi lewat hidup yang baru,” tegasnya.

Ibadah Jumat Agung yang melibatkan lintas denominasi ini tidak hanya mempererat hubungan baik antar gereja di Slawi, tetapi juga secara nyata menyuarakan bahwa Tubuh Kristus sejati melampaui sekat-sekat denominasi. GKI Tegal, melalui keterbukaan ini, memberikan teladan bagaimana gereja-gereja dapat berjalan bersama dalam kasih dan kesatuan iman, demi kemuliaan nama Tuhan tanpa memandang latar belakang perbedaan.
(sugeng ph./Dh.L./Red.)