
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si. – Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)
Jakarta, Membaca buku “Misi Gereja: Menjadi Saksi Kasih Karunia ALLAH” karya Pdt. Dr. Djoko Prasetyo Adi Wibowo, M.Th. Mantan Ketua Asrama Mahasiswa STT Duta Wacana Periode Tahun 1989 – 1990 sahabat baik penulis, ingin sekali rasanya berdiskusi lebih lanjut tentang “MISI GEREJA”.
Diskusi ini akan membahas buku berjudul “Misi Gereja: Menjadi Saksi Kasih Karunia ALLAH” karya Djoko Prasetyo Adi Wibowo, yang diterbitkan pada tahun 2016 dan relevansinya dengan Perjuangan Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia menjalankan Misiologi Membangun Kerajaan Allah di era digital dalam upaya kontekstualisasi teologi.
Buku berjudul “Misi Gereja: Menjadi Saksi Kasih Karunia ALLAH” merupakan bagian dari buku yang lebih besar berjudul “Buku Kebersamaan dalam Harmoni dan Kebenaran”. Dalam kutipan tersebut tertulis “Misi Gereja: Menjadi Saksi Kasih Karunia ALLAH. DPA Wibowo.
Buku Kebersamaan dalam Harmoni dan Kebenaran, 143, 2016.” Memberikan informasi bahwa “Misi Gereja: Menjadi Saksi Kasih Karunia ALLAH” adalah judul dari buku yang dimaksud, dengan “Buku Kebersamaan dalam Harmoni dan Kebenaran” bisa jadi merupakan judul seri atau konteks penerbitan yang lebih luas. Buku ini terdiri dari 143 halaman dan diterbitkan oleh Yayasan Taman Pustaka Kristen Indonesia bekerja sama dengan Gereja Kristen Indonesia Wongsodirjan Yogyakarta.
Buku dengan Judul “Misi Gereja: Menjadi Saksi Kasih Karunia ALLAH” memiliki implikasi teologis yang signifikan. Istilah “misi gereja” sendiri memiliki berbagai interpretasi dalam teologi Kristen, mulai dari penginjilan dan penanaman gereja hingga keterlibatan sosial yang lebih luas dan pembentukan kerajaan Allah di bumi. Frasa “menjadi saksi” menyoroti panggilan bagi orang percaya untuk membagikan iman dan pengalaman mereka dengan Allah kepada orang lain.
Konsep sentral “kasih karunia ALLAH” sangat penting dalam memahami misi gereja. Dalam teologi Kristen, terutama dalam tradisi Reformed seperti Calvinisme yang dianut GKI, kasih karunia dipandang sebagai anugerah Allah yang tidak layak diterima dan merupakan dasar dari keselamatan.
Penekanan eksplisit pada “kasih karunia ALLAH” dalam judul buku ini mengindikasikan bahwa penulis menekankan bahwa misi gereja tidak terutama didorong oleh upaya atau pencapaian manusia, tetapi berakar pada kasih dan anugerah Allah yang tanpa syarat yang ditawarkan melalui Yesus Kristus. Perspektif ini kemungkinan akan membentuk pemahaman penulis tentang peran dan metode gereja dalam melaksanakan misinya.
Berdasarkan keahlian Pdt. Dr. Djoko Prasetyo Adi Wibowo, M.Th dalam teologi interkultural dan misiologi, serta merujuk pada materi penelitian, dapat diperkirakan beberapa argumen dan pemikiran yang mungkin beliau presentasikan.
Misi gereja di Indonesia perlu disesuaikan dan berinteraksi secara konstruktif dengan lanskap agama dan budaya yang beragam, mempromosikan “kebersamaan” dan “harmoni” seperti yang tercermin dalam judul buku yang lebih luas.
Menjadi saksi kasih karunia Allah tidak hanya melibatkan pemberitaan Injil secara lisan tetapi juga tindakan kasih, keadilan, dan rekonsiliasi yang nyata yang menunjukkan kuasa transformatif kasih karunia Allah dalam semua aspek kehidupan.
Dialog antaragama dan membangun hubungan yang saling menghormati dan kooperatif dengan orang-orang dari agama lain dipresentasikan sebagai aspek integral dari misi gereja di Indonesia, mengingat peran penulis di PSAA 4 dan karyanya mengenai perjumpaan antaragama.
Konsep “konvivienz” (hidup berdampingan secara damai) kemungkinan akan dieksplorasi sebagai kerangka kerja utama untuk memahami misi gereja dalam konteks pluralistik, merujuk pada karyanya yang disebutkan dalam kutipan 1 (“‘KONVIVENZ’ DAN THEOLOGIA MISI INTERKULTURAL MENURUT THEO SUNDERMEIER”).
Konsep ini memberikan lensa teologis untuk menavigasi hubungan antaragama dan peran gereja dalam mempromosikan kohesi sosial. Penyebutan “konvivienz” dalam karya ilmiah penulis secara berulang mengindikasikan bahwa konsep hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat yang beragam ini menjadi tema sentral dalam pemahamannya tentang misi gereja dalam buku ini. Beliau mengeksplorasi bagaimana gereja dapat menjadi katalisator bagi “konvivienz” dengan mewujudkan dan memberitakan kasih karunia Allah dengan cara yang mendorong pemahaman dan saling menghormati antar komunitas agama yang berbeda.
Selain itu, buku ini juga menekankan pentingnya doa dan pembinaan rohani bagi gereja agar dapat secara efektif melaksanakan misinya, menarik kesejajaran dengan ketergantungan gereja mula-mula pada doa untuk pertumbuhan dan kesaksian. Beliau menekankan doa sebagai aspek vital dalam kehidupan gereja mula-mula dan sarana untuk berkomunikasi dengan Allah,
Pdt. Dr. Djoko Prasetyo Adi Wibowo, M.Th. juga menyoroti disiplin rohani yang diperlukan untuk misi yang efektif. Kutipan-kutipan yang menekankan sentralitas doa dalam pertumbuhan gereja mula-mula dan kehidupan orang percaya secara individu menunjukkan bahwa buku ini juga menggarisbawahi dimensi spiritual dari misi gereja. Penulis sepertinya berpendapat bahwa kemampuan gereja untuk menjadi saksi kasih karunia Allah secara intrinsik terkait dengan kehidupan doanya dan ketergantungannya pada kuasa Allah.
Konteks buku ini ditujukan untuk anggota Gereja Kristen Indonesia, terutama jemaat Wongsodirjan, yang mencari pemahaman lebih dalam tentang peran mereka dalam misi Allah dalam konteks lokal dan nasional mereka. Selain itu, buku ini juga relevan bagi mahasiswa dan dosen teologi di Indonesia dan mungkin di luar negeri, yang tertarik pada misiologi, teologi interkultural, dan tantangan serta peluang spesifik bagi gereja di Indonesia.
Para pemimpin dan praktisi gereja yang terlibat dalam berbagai bentuk pelayanan dan penjangkauan juga akan menemukan refleksi teologis dan panduan praktis untuk melaksanakan misi gereja dalam lingkungan yang beragam.
Dan terakhir, individu dari denominasi atau latar belakang lain yang tertarik untuk memahami perspektif Kristen tentang misi dalam konteks Indonesia dan bagaimana hal itu berkaitan dengan tema harmoni dan kebenaran juga dapat memperoleh manfaat dari buku ini.
Penulis berusaha memahami buku dengan Judul “Misi Gereja: Menjadi Saksi Kasih Karunia ALLAH” karya Djoko Prasetyo Adi Wibowo dan menarik benang merah pemikran beliau dengan Misi Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) untuk Membangun Kerajaan Allah di Era Digital dengan Jurnalisme sebagai berikut :

Gereja memiliki panggilan fundamental untuk menjadi saksi kasih karunia Allah di tengah dunia. Amanat ini, yang seringkali dieksplorasi dalam berbagai karya teologis, termasuk oleh Djoko Prasetyo Adi Wibowo dalam karyanya “Misi Gereja: Menjadi Saksi Kasih Karunia ALLAH”, menyoroti pentingnya tindakan nyata dan pewartaan yang membawa kabar baik tentang pengampunan, rekonsiliasi, dan kasih Allah yang tanpa batas. Namun, di era digital yang serba cepat dan terhubung ini, bagaimana gereja dapat secara efektif menjalankan misinya?
Di sinilah relevansi karya-karya misiologi, termasuk pemikiran Djoko Prasetyo, bertemu dengan upaya Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) dalam menerjemahkan ulang misiologi ke dalam konteks digital.
Karya Djoko Prasetyo, meskipun judulnya tidak secara eksplisit tersedia untuk dianalisis secara mendalam di sini, dapat diasumsikan membahas esensi misi gereja sebagai tindakan proklamasi dan demonstrasi kasih karunia Allah. Kasih karunia ini tidak hanya berupa konsep teologis, tetapi juga realitas yang harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan disebarkan kepada sesama. Inti dari misi ini adalah membawa orang lain untuk mengalami dan menerima kasih karunia Allah yang transformatif.
Di sisi lain, Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) menyadari bahwa lanskap misi telah bergeser secara signifikan dengan hadirnya teknologi digital. Era digital menawarkan peluang yang belum pernah ada sebelumnya untuk menjangkau audiens yang lebih luas, melampaui batasan geografis dan fisik. PWGI hadir sebagai wadah bagi para jurnalis Kristen untuk mengambil peran aktif dalam misi gereja di era ini.
Relevansi pemikiran Djoko Prasetyo terletak pada fondasi teologis yang ia bangun mengenai misi gereja. Jika misi gereja adalah tentang menjadi saksi kasih karunia Allah, maka PWGI, melalui karya jurnalistiknya, memiliki potensi besar untuk mewujudkan kesaksian ini di dunia digital.
Beberapa poin relevansi yang dapat ditarik adalah:
- Pewartaan Kabar Baik yang Lebih Luas: Platform digital memungkinkan Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) untuk memberitakan kasih karunia Allah kepada khalayak yang jauh lebih besar dan beragam dibandingkan dengan metode tradisional. Artikel berita, feature, opini, dan konten multimedia lainnya dapat diakses oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Ini sejalan dengan semangat misi untuk menjangkau seluruh dunia dengan Injil.
- Menyuarakan Keadilan dan Kebenaran: Kasih karunia Allah juga termanifestasi dalam keadilan dan kebenaran. Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI), sebagai organisasi wartawan, memiliki peran penting dalam menyuarakan kebenaran, mengungkap ketidakadilan, dan memperjuangkan nilai-nilai Kristiani di ruang publik digital. Ini adalah bagian integral dari menjadi saksi kasih karunia Allah yang peduli terhadap kondisi sosial masyarakat.
- Membangun Komunitas dan Koneksi: Era digital memungkinkan interaksi dan pembentukan komunitas secara online. Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) dapat memfasilitasi diskusi, berbagi pengalaman, dan membangun koneksi antar individu yang mencari pemahaman tentang iman dan kasih karunia Allah. Jurnalisme yang membangun dan memberdayakan dapat menjadi sarana untuk memperkuat persekutuan di dunia maya.
- Literasi Media Digital dan Etika Online: Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) juga memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi anggotanya dan masyarakat luas tentang pentingnya literasi media digital dan etika online. Di tengah maraknya disinformasi dan misinformasi, menjadi saksi kasih karunia Allah di era digital juga berarti menyampaikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab, serta berinteraksi dengan penuh kasih dan hormat di ruang siber.
- Jurnalisme Profetik di Era Digital: Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) memiliki potensi untuk mengedepankan jurnalisme profetik di era digital, yaitu jurnalisme yang tidak hanya melaporkan fakta tetapi juga menawarkan perspektif yang berakar pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan Ilahi. Melalui tulisan-tulisan yang inspiratif dan reflektif, PWGI dapat menjadi suara kenabian yang mengingatkan, menginspirasi, dan mengarahkan masyarakat kepada kasih karunia Allah.
Dengan demikian, karya “Misi Gereja: Menjadi Saksi Kasih Karunia ALLAH” oleh Djoko Prasetyo Adi Wibowo memberikan landasan teologis yang kuat bagi peran Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) dalam menerjemahkan misi gereja ke era digital. Upaya PWGI untuk menggunakan platform digital secara strategis dan etis sejalan dengan panggilan gereja untuk menjadi saksi kasih karunia Allah di setiap zaman dan dalam setiap konteks. Melalui jurnalisme yang berintegritas, relevan, dan penuh kasih, Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) memiliki peran krusial dalam menggemakan pesan kasih karunia Allah di tengah hiruk pikuk dunia digital, menjangkau hati dan pikiran banyak orang yang mungkin belum tersentuh oleh kabar baik tersebut. (Mas Dharma EL/Red.***)