
Beritaoikoumene.com – Jakarta–Bandung–Malang, 31 Agustus 2025 – Gejolak demonstrasi yang merebak di berbagai kota Indonesia sejak akhir Agustus 2025 telah menghadirkan situasi sosial-politik yang penuh luka. Tidak hanya fasilitas umum yang rusak, tetapi juga korban jiwa yang menyisakan duka mendalam. Gelombang protes rakyat terhadap kebijakan politik yang dinilai tidak adil berakhir dengan tindakan represif aparat, salah satunya menewaskan Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, yang tertabrak kendaraan taktis Brimob saat aksi 28–29 Agustus 2025.
Tragedi ini menggugah sejumlah lembaga gereja dan komunitas Kristen di Indonesia untuk bersuara. Dalam rentang waktu hampir bersamaan, Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, serta Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) menyampaikan sikap resmi. Meski dalam nuansa dan gaya yang berbeda, ketiganya memiliki benang merah: menyerukan keadilan, cinta kasih, dan kebersamaan bangsa di tengah kepedihan.
Seruan GKJW: Keadilan yang Bergulung-gulung
Melalui Seruan Pastoral Nomor 707/VII/08/2025 bertajuk “Memperjuangkan Keadilan dan Cinta Kasih di Tengah Kepedihan”, GKJW mengecam keras kekerasan berlebih aparat keamanan dan menyesalkan aksi demonstrasi yang berubah menjadi anarkis.
Mengutip kitab Amos 5:24 “Biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir”, GKJW mengajak umat untuk kembali kepada Allah dengan hati yang hancur (metanoia). Gereja, menurut seruan tersebut, tidak boleh menutup mata terhadap penderitaan wong cilik, tetapi harus menghadirkan kasih Allah bagi mereka yang tertindas.
GKJW juga menyoroti pajak berlebihan, korupsi, dan arogansi elite politik sebagai bentuk ketidakadilan struktural. Meski demikian, mereka tetap menekankan agar protes rakyat disampaikan secara damai. Gereja dipanggil untuk mendampingi jemaat agar tidak terprovokasi dan tetap menjadi pembawa damai di tengah krisis.
Sikap PGIW DKI–Jawa Barat–Banten: Refleksi Nasional dan Kepemimpinan yang Ugahari
Sejalan dengan GKJW, PGIW DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dalam Pernyataan Sikap tertanggal 31 Agustus 2025 menegaskan bahwa tragedi wafatnya Affan Kurniawan adalah pukulan berat bagi kemanusiaan. Mereka mendesak penyelesaian kasus ini secara adil, serta mendorong pemerintah dan legislatif untuk bersikap rendah hati, berani mengoreksi kebijakan yang merugikan rakyat, dan tidak hidup dalam kemewahan di tengah penderitaan masyarakat.
PGIW juga mengingatkan masyarakat agar menahan diri, tidak terprovokasi, dan tetap menjunjung tinggi kearifan lokal Betawi, Jawa Barat, dan Banten dalam menyampaikan aspirasi. Tindakan anarkis disebut tidak hanya mencederai aspirasi mulia rakyat, tetapi juga merupakan tindak kriminal yang harus ditolak bersama.
Lebih jauh, PGIW menekankan pentingnya refleksi nasional lintas elemen bangsa—pemerintah, aparat, pemimpin agama, dan masyarakat—untuk kembali ke cita-cita luhur pendiri bangsa: mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
PWGI: Jurnalisme Profetik di Tengah Bangsa yang Terkoyak
Sementara itu, Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI) mengambil peran berbeda melalui Petisi Keprihatinan Kebangsaan bertajuk “Jurnalisme Profetik untuk Indonesia yang Terkoyak”
PWGI menyoroti wajah-wajah korban yang sering luput dari headline: mereka yang terluka, kehilangan, dan mendadak menjadi korban. “PWGI harus menjadi pembawa berita sejuk dalam situasi yang panas,” demikian pesan solidaritas yang disampaikan kepada rekan-rekan jurnalis Kristen.
Petisi ini menekankan pentingnya jurnalisme yang berlandaskan nilai profetik: menyuarakan kebenaran, memperjuangkan keadilan, dan menghadirkan suara hati nurani di tengah arus informasi yang penuh kebisingan politik.
Benang Merah: Suara Iman untuk Keadilan Sosial
Jika ditarik dalam analisis komparatif, ketiga sikap resmi ini menunjukkan konsistensi gereja dan komunitas Kristen dalam memosisikan diri sebagai suara moral bangsa.
- GKJW menekankan metanoia dan kasih Allah sebagai dasar spiritual dalam memperjuangkan keadilan.
- PGIW menggarisbawahi refleksi nasional dan kepemimpinan yang ugahari sebagai jalan memperbaiki kehidupan berbangsa.
- PWGI mengajak pada jurnalisme profetik yang membela korban, menyuarakan keadilan, dan mendinginkan suasana di tengah panasnya situasi nasional.
Ketiganya seolah saling melengkapi: gereja menghadirkan basis teologis dan pastoral, persekutuan wilayah gereja menghadirkan panggilan sosial-politik, sementara wartawan gereja menghadirkan suara profetik di ruang publik.
Penutup: Seruan Moral di Tengah Luka Bangsa
Dalam dinamika bangsa yang “tidak baik-baik saja,” suara-suara iman ini menjadi penting. Gereja dan komunitas Kristen tidak hanya hadir dalam doa dan ibadah, tetapi juga di ruang publik sebagai pengingat moral, penggerak solidaritas, dan pembawa harapan.
Seruan GKJW, PGIW, dan PWGI pada akhirnya berpadu dalam satu nada: Indonesia membutuhkan keadilan yang bergulung-gulung, kepemimpinan yang berbelarasa, dan media yang profetik. Hanya dengan jalan itu, bangsa yang terkoyak dapat kembali menemukan jalannya menuju persatuan, perdamaian, dan keadilan sosial.